Thursday, December 29, 2011

PENGARUH KONSENTRASI JUS BUAH TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill) TERHADAP PERUBAHAN WARNA GIGI DALAM PROSES PEMUTIHAN GIGI SECARA IN VITRO

ABSTRAK
Latar belakang : Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan senyawa radikal bebas yang dapat digunakan sebagai bahan untuk pemutihan gigi. Kadar H2O2 yang lebih tinggi lebih efektif dalam proses pemutihan gigi. Lycopersicon esculentum Mill mengandung senyawa H2O2, tujuan penelitian ini adalah mengetahui secara
empiris pengaruh perbedaan konsentrasi jus Lycopersicon esculentum Mill terhadap perubahan warna gigi pada proses pemutihan gigi secara in vitro.

Metode : Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen laboratoriun secara in-vitro dengan metode true experimental dengan rancangan Pre and Post Randomized Controlled Group Design yang menggunakan gigi post ekstraksi sebagai sampel penelitian. Besar sampel sejumlah 15 gigi, dibagi kedalam tiga kelompok yaitu kelompok kontrol (K), kelompok perlakuan pertama (P1) dengan konsentrasi 100% jus Lycopersicon esculentum Mill, dan kelompok perlakuan kedua (P2) dengan konsentrasi 50% jus Lycopersicon esculentum Mill.Hipotesis diuji dengan menggunakan uji One Way ANOVA melalui SPSS 15.00 for Windows.

Hasil: Nilai signifikansi uji One Way Anova menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara kelompok K, P1, dan P2 dengan F hit = dan p< 0,05. Mean Selisih perubahan warna (dE*AB/intensitas warna yang diserap) kelompok K, P1, dan P2 berturut-turut 4,82 +/- 5,01; 36,23 +/- 16,89 dan 33,79 +/- 22,36.

Kesimpulan : Terdapat pengaruh perbedaan konsentrasi jus buah tomat (Lycoperiscon esculentum Mill) terhadap perubahan warna gigi pada proses pemutihan gigi secara in vitro.

Kata Kunci : Lycopersicon esculentum Mill, Perubahan Warna Gigi, Proses Pemutihan Gigi

Download KTI selengkapnya di sini
atau
Download di sini

Sunday, December 18, 2011

Manifestasi Alergi Makanan pada Telinga, Hidung, dan Tenggorok

Alergi makanan adalah penyakit alergi yang disebabkan oleh alergen yang terdapat dalam makanan. Alergi makanan sering ditemukan pada semua golongan umur, bahkan pada bayi berusia beberapa bulan. Istilah alergi makanan sering tidak tepat karena setiap reaksi tak-diinginkan yang timbul setelah mengonsumsi makanan selalu dianggap sebagai alergi terhadap makanan tersebut

Sejarah alergi makanan pertama kali dilaporkan di China pada tahun 3000 SM, berupa reaksi kulit yang timbul beberapa saat setelah makan. Hippocrates menya-takan bahwa susu dapat menimbulkan gangguan lambung dan reaksi kulit pada orang-orang tertentu yang sensitif. Laporan terperinci mengenai alergi makanan dimulai pada abad kedua puluh saat Von Pirquet menjelaskan konsep alergi pada tahun 1906. Alergi makanan lebih sering terjadi pada anak usia di bawah 3 tahun karena belum matangnya sistem imunitas mukosa saluran cerna. Alergi makanan pada anak dilaporkan bervariasi di berbagai negara, antara 6-8%. Dari jumlah tersebut, yang terbanyak ialah alergi terhadap susu sapi (2,5%), diikuti alergi telur (1,5%) dan alergi kacang (0,5%). Sedikitnya 2,5% bayi memiliki reaksi hipersensitivitas terhadap susu sapi sampai berusia 1 tahun, 25% di antaranya akan menetap sampai dewasa. Ring et al melaporkan bahwa jenis makanan yang sering menimbulkan reaksi alergi pada anak adalah berbagai jenis protein, seperti susu sapi, telur, kacang-kacangan, ikan, kedelai, dan gandum (85%).

Anak dengan riwayat atopi dalam keluar-ganya akan cenderung alergi terhadap makanan tertentu. Ditemukan 35% anak yang menderita dermatitis atopi juga memiliki alergi terhadap makanan (yang diperantarai oleh Ig E). Pada 6% anak penderita asma, juga dilaporkan terjadi eksaserbasi asma setelah mengonsumsi makanan tertentu.

Insidens alergi makanan pada orang dewasa tidak banyak dilaporkan. Di Amerika, hanya 2% populasi dewasa yang memiliki alergi terhadap makanan. Berbagai jenis makanan dilaporkan dapat menimbulkan
reaksi alergi,tetapi yang tersering menimbulkan alergi pada orang dewasa adalah kacang-kacangan, ikan, dan makanan laut, seperti udang, kepiting, dan lobster. Zat pewarna makanan, zat aditif, serta pemanis buatan yang digunakan dalam industri makanan juga dilaporkan dapat menimbulkan reaksi alergi, meskipun jarang.
Prevalensi jenis alergen makanan tergan-tung pada budaya dan geografi: di Jepang, nasi adalah alergen utama pada anak; di Skandinavia, alergi terhadap ikan lebih sering; di Spanyol, alergi buah lebih tinggi insidensnya; di Amerika, alergen utamanya adalah susu sapi, soya, telur, gandum, kacang, dan ikan.
Konsep penyakit alergi terbaru menyatakan bahwa penyakit alergi adalah penyakit sistemik dengan menifestasi klinis pada organ sasaran. Karena itu, tidak tertutup kemungkinan bahwa penyakit ini.
mempunyai manifestasi klinis pada organ hidung, telinga, dan tenggorok. Reaksi yang timbul ak ibat alergi mak anan dapat bervariasi dan dapat mengenai berbagai sistem dalam tubuh, seperti kulit, saluran
napas, hidung, tenggorok, telinga, gastrointestinal, kardiovaskuler, sampai yang terberat, syok anafilaktik. Reaksi alergi makanan dapat terjadi dengan atau tanpa perantaraan IgE.

Alergi makanan masih merupakan masalah bagi dunia kedokteran, khususnya dalam penegakan diagnosis. Diagnosis alergi makanan sulit ditegakkan apabila terdapat reaksi silang antara alergen dari makanan dan alergen dari udara. Diagnosis alergi makanan juga mempunyai dampak dilematis; overdiagnosis dapat mengakibatkan malnutrisi terutama pada anak-anak, tetapi underdiagnosis akan mengakibatkan serangan alergi yang terus-menerus. Oleh sebab itu, keputusan diagnosis ini harus diambil dengan cermat.

Pada tulisan ini, akan diuraikan mengenai anamnesis, pemeriksaan fisik, dan berbagai tes alergi yang harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis alergi makanan.

Uji Analgetik Infus Rimpang Lempuyang Pahit (Zingiber americana BL) pada Mencit Putih

ABSTRAK

Telah dilakukan uji analgetik infus rimpang lempuyang pahit (Zingiber americana BL)  pada mencit putih dengan  dosis  30 mg,  90 mg,  dan 300 mg serbuk/10 g  bobot badan yang diberikan secara oral.
Cara  Witkins  et al. digunakan sebagai metode  percobaan  menggunakan akuades sebagai kontrol dan asetosal 52 mg/kg  bobot  badan sebagai pembanding. Sebagai induksi rasa sakit digunakan asam asetat  3% 0,1 ml/ekor diberikan  30  menit setelah pemberian bahan secara intraperitoneal.
Observasi dilakukan dengan melihat jumlah writhing (geliat) yang timbul langsung setelah pemberian asam asetat, selama 30 menit dengan selang waktu 5 menit.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa infus lempuyang  pahit dosis  300  mg/10 g bobot badan secara statistik mempunyai efek analgesik yang tak  berbeda dengan asetosal.

Download Selengkapnya Di Sini

Penelitian Antiinflamasi dan Toksisitas Akut Ekstrak Akar Carica papaya L pada Tikus Putih

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian efek antiinflamasi dan toksisitas akut dari ekstrak etanol 75%  akar  Carica papaya  L. Menurut penelitian terdahulu infus akar  Carica papaya L mempunyai efek antiinflamasi pada tikus putih, sehingga dapat  mendukung penggunaan empiris sebagai obat anti radang. Untuk  pengembangan  sebagai obat
fitofarmaka  maka  dilakukan  penelitian antiinflamasi dan toksisitas akut  dalam bentuk ekstrak etanol 75%. Penelitian antiinflamasi dilakukan menurut cara Winder, Charles A (1962) berdasarkan  penghambatan pembengkakan telapak  kaki tikus yang telah disuntik karagen. Toksisitas akut dilakukan menurut cara Weil C.S. Hasil uji toksisitas akut ekstrak etanol 75% dari akar  Carica papaya  L menurut penggolongan Gleason M.N termasuk  golongan bahan yang tidak toksik. Pada penelitian efek antiinflamasi  menunjukkan bahwa ekstrak etanol  75% akar Carica papaya  L  dengan  dosis 120  mg dan 300  mg/100  g berat badan mempunyai efek antiinflamasi.

Kata kunci : Etnofarmakologi; Carica papaya L. Antiinflamasi

Download selengkapnya di sini